Bengkulu (ANTARA News) - Seekor anak gajah Sumatra (elephans maximus) berumur sekitar empat tahun ditemukan mati di hutan produksi (HP) Teramang, tidak jauh dari kebun warga di Desa Air Hitam, Kecamatan Pondok Suguh, Kabupaten Muko Muko, Bengkulu. "Dugaan sementara gajah remaja ini mati karena racun, sebab di sekitar lokasi ada pondok warga yang sudah diobrak-abrik berisi herbisida dan pestisida," kata Kabag Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Supartono, Rabu.

Ia mengatakan, kasus ini adalah yang pertama selama informasi beasiswa gratis 2010 meskipun konflik antara manusia dan gajah liar di sekitar HP Teramang dan HPT Lebong Kandis masih tinggi.

Perambahan hutan yang mengakibatkan terdesaknya habitat gajah Sumatra membuat tingkat konflik antara manusia dan gajah semakin meningkat.

"Idealnya memang satu ekor gajah membutuhkan areal 400 hektare, jadi kalau jumlah gajah yang ada saat ini 80 ekor baik yang ada di informasi beasiswa luar negeri PLG dan di dalam PLG, maka dibutuhkan luas kawasan minimal 32 ribu hektare," jelasnya.

Habitat gajah yang semakin terdesak akibat perambahan liar dan perluasan perkebunan besar swasta mengakibatkan tingkat konflik antara manusia dan gajah terus meningkat.

Sebagian besar informasi ini datang langsung dari kata kunci%% pro. Hati-hati membaca sampai akhir benar-benar menjamin bahwa Anda akan tahu apa yang mereka ketahui.

Peningkatan data konflik yang paling nyata terjadi pada tahun 2007 hingga 2009, dimana terjadi 21 konflik per tahun.

"Hitungannya tidak setiap terjadi konflik lalu dihitung karena konflik yang terjadi setiap hari dalam dua pekan dihitung menjadi satu konflik," jelasnya.

Kerugian yang diakibatkan konflik tersebut diperkirakan mencapai Rp500 juta per tahun dengan asumsi kerugian pondok yang dirubuhkan gajah Rp5 juta dan tanaman sawit Rp25 ribu per tanaman.

Untuk mengantisipasi tingkat konflik tersebut, pihak BKSDA sudah mengusulkan perluasan kawasan PLG Seblat dari 6.600 ha menjadi lebih dari 15 ribu ha dengan memasukkan HPT Lebong Kandis atau hutan koridor, sehingga jalur jelajah gajah kembali normal dan tingkat konflik bisa diminimalkan.

Usulan tersebut sudah disampaikan ke Kementerian Kehutanan dan diharapkan bisa disepakati demi kelestarian satwa langka Pulau Sumatra itu.

"Sebelum tahun 2007, dari data GPD Scholar, kelompok gajah hanya tiga kali setahun terlihat di dalam PLG Seblat, tapi sejak perambahan semakin marak data menunjukkan gajah selalu berada di PLG sehingga tingkat konflik tinggi," katanya menambahkan.
(T.K-RNI/R014/P003)