Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mendesak kepada negara-negara maju anggota Badan Dunia untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) untuk membuat komitmen kedua pengurangan emisi gas rumah kaca pasca komitmen pertama dari Protokol Kyoto yang berakhir 2012. Hal tersebut dinyatakan Ketua Delegasi Republik Indonesia pada Bonn Climate Change, Rachmat Witoelar, dalam Sidang Pleno Ad-Hoc Working Group on Kyoto Protocol (AWG-KP) di Bonn, Jerman, Selasa.

Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu, Ketua Delegasi RI itu menekankan perlunya para Pihak segera mengambil keputusan dan kesepakatan guna meraih tujuan Bali Action Plan dan hasil yang subtansial di Cancun, Meksiko dalam KTT ke-16 Perubahan Iklim.

Delegasi Indonesia pada pertemuan Bonn Climate Change Talks dipimpin oleh Rachmat Witoelar, selaku Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Ikllim.

Sementara anggota delegasi terdiri dari berbagai pemangku kepentingan di Indonesia antara lain mewakili Menko Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Sektor Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat serta Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Pada Bonn Climate Change Talks berbagai negara ingin mengetahui lebih lanjut langkah-langkah Indonesia sebagai negara yang telah menggagas Jalan Tengah dalam proses mencapai kesepakatan global perubahan iklim.

Pertemuan yang dilaksanakan pada 31 Mei 2010 sampai 11 Juni 2010 itu dihadiri oleh perwakilan dari 182 negara dan merupakan pertemuan untuk membicarakan berbagai permasalahan yang belum disepakati pada Pertemuan Para Pihak di Kopenhagen (COP 15) serta merintis jalan agar berbagai tindakan untuk mengatasi perubahan iklim dapat dilaksanakan di seluruh dunia.

Informasi tentang tech disajikan di sini akan melakukan salah satu dari dua hal: baik itu akan memperkuat apa yang anda ketahui tentang tech atau akan mengajari Anda sesuatu yang baru. Keduanya hasil yang baik.

Hasil yang telah dicapai Indonesia pada Oslo Forest and Climate Conference membuktikan trust building, antara negara maju dan negara berkembang yang sempat melemah karena tidak tercapainya kesepakatan yang mengikat (legally binding agreement) diinginkan banyak pihak di Kopenhagen.

Kesepakatan Oslo juga akan menjadi acuan Delegasi Indonesia dan berbagai Negara Pihak untuk pertemuan COP 16 di Cancun, Mexico akhir tahun ini.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di Oslo mengatakan agar para pemimpin dunia harus membangun momentum, Cancun harus menghasilkan keputusan yang kokoh dan dapat dilaksanakan, termasuk keputusan tentang REDD+ dapat membawa aksi yang diinginkan.

Selanjutnya kepercayaan dapat dibangun dengan keterbukaan, trasnparansi dan proses inklusif.

Pada pertemuan di Bonn, beberapa negara pihak dan organisasi yang akan segera bertemu dengan Delegasi Indonesia untuk membicarakan pilar-pilar visi bersama dalam negosiasi perubahan iklim (adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan) antara lain adalah Amerika Serikat, Australia, Brazil, Jepang, Norwegia, dan World Bank.

Sementara Indonesia juga merencanakan untuk menggagas pertemuan dengan negara-negara ASEAN.

Christiana Figueres yang baru saja ditunjuk oleh Sekjen PBB Ban Ki Moon menjadi Sekretaris Eksekutif UNFCCC, menggantikan Yvo de Boer , menyampaikan apresiasi dan dukungannya atas usaha-usaha Indonesia dalam mencari jalan tengah kesepakatan global perubahan iklim.

(T.N006/S026)