Bengkulu (ANTARA News) - Populasi gajah Sumatra yang berada di hutan produksi fungsi khusus pusat latihan gajah (PLG) Seblat Provinsi Bengkulu tinggal 64 ekor. "Populasi gajah liar yang berada di kawasan hutan produksi Seblat pada 2008 tinggal 64 ekor dan setiap tahun populasinya terus menurun," kata Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Keragaman Hayati Departemen Kehutanan Harry Santoso di Bengkulu, Senin.

Hingga saat ini populasi gajah liar di hutan produksi fungsi khusus PLG terus mengalami penurunan akibat terjadinya konflik kawasan antara gajah liar dan manusia.

Kondisi tersebut, katanya, harus segera diantisipasi secara cepat karena akan berdampak terhadap penurunan populasi dan lahan perkebunan selalu menjadi alasan selama ini.

Populasi gajah liar Sumatra itu di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang berada di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu dibagi menjadi empat kelompok.

Kadang-kadang aspek yang paling penting dari suatu subjek tidak segera jelas. Jauhkan membaca untuk mendapatkan gambaran yang lengkap.

Pada 2001 empat kelompok gajah liar di kawasan TNKS itu, yakni Air Seblat-Air Rami sebanyak 50 ekor, dan Seblat merah, Air Tembulun-Air Retak berjumlah 19 ekor.

Kemudian kawasan Air Madu-Air Retak, dan Air Ikan sejumlah 53 ekor, dan Air Berau-Air Teramang sebanyak 41 ekor.

PLG Seblat yang berada di Desa Seblat, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara berjarak kurang lebih 100 kilometer dari arah utara Kota Bengkulu merupakan kawasan hutan produksi fungsi khusus untuk habitat gajah liar Sumatra.

Konflik gajah liar dan manusia terus terjadi di daerah itu akibat sebagian kawasan sudah dijadikan areal perkebunan oleh masyarakat sekitar hutan produksi.

Beberapa perusahaan perkebunan yang beroperasi di kawasan tersebut, menurut dia, juga sebagian masuk dalam hutan produksi sehingga terus terjadi konflik.

Areal kawasn PLG Seblat saat sebagian besar pemanfaatannya telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan tanaman keras lainnya yang digarap para perambah. (*)