Bojonegoro (ANTARA News) - Tuntutan warga sejumlah desa di Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur, untuk mendapatkan kompensasi uang, pascabau busuk dari lokasi early production facility (EPF) minyak Blok Cepu, di wilayah setempat, belum berhasil. "Kami sepakat akan melaksanakan apapun hasil keputusan tim independen yang dibentuk dengan melibatkan berbagai pihak untuk mengkaji kebenaran laporan warga," kata Eksternal Relations Mobil Cepu Limited (MCL), Deddy Afidick, Kamis.

Dalam dengar pendapat dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat yang dipimpin langsung ketuanya, H.M.Thalhah, dan dihadiri perwakilan Asosiasi Masyarakat Banyu Urip Kecamatan Ngasem, serta perwakilan BP Migas dan jajaran MCL, itu disepakati pembentukan tim.

Tim dibentuk dengan melibatkan berbagai pihak, mulai DPRD, pemkab, BP Migas, MCL dan pihak lainnya, untuk mengambil keputusan terkait warga di sekitar EPF Blok Cepu, apakah wilayah setempat layak atau tidak mendapatkan kompensasi.

Menurut Deddy, pihaknya sekarang tidak mungkin memberikan kompensasi secara tunai kepada warga di sekitar EPF, setelah muncul bau busuk dari EPF yang terjadi awal Oktober lalu.

Munculnya bau busuk tersebut, terjadi karena adanya pembakaran gas di lokasi EPF, bukan karena adanya kebocoran gas di EPF.

"Itu pun bau yang muncul hanya sesaat dan tim medis kami sempat melakukan pengobatan kepada 15 warga setempat yang mengalami gejala keracunan gas," katanya.

Sejujurnya, satu-satunya perbedaan antara Anda dan tech ahli adalah waktu. Jika Anda akan berinvestasi sedikit lebih banyak waktu dalam membaca, Anda akan lebih dekat ke status ahli ketika datang ke tech.

Dalam dengar pendapat itu, dua warga Desa Begadon, Kecamatan Ngasem, Surati (45) dan Surti (37) menyatakan, sejak berproduksinya minyak Blok Cepu, pada awal Oktober lalu, hingga sekarang ini, mereka sudah mengalami gejala keracunan sebanyak empat kali.

"Saya empat kali mengalami muntah-muntah, karena mencium bau busuk," kata Surti, dalam dengar pendapat itu.

Di malam hari, katanya, warga yang pemukimannya berada di dekat lokasi EPF, mulai warga Desa Gayam, Begadon, Ringgintunggal dan Brabowan, sering terganggu suara bising.

"Kesepakatan pembentukan tim merupakan langkah bagus, prinsipnya kami setuju sekali," kata Perwakilan BP Migas (Jawa Timur, Papua dan Maluku) di Surabaya, Rumandani.

Menurut dia, dengan dibentuknya tim, keputusan yang diambil bisa lebih jernih, tidak hanya berdasarkan laporan sepihak masyarakat.

Menyusul munculnya bau busuk dari lokasi EPF yang dikelola PT. Exterran, kontraktor MCL yang memproses produksi minyak Blok Cepu, awal Oktober lalu, ratusan warga di sejumlah desa di Kecamatan Ngasem, dua kali menggelar aksi unjuk rasa di EPF.

Dalam aksinya, warga menuntut adanya kompensasi secara langsung, atas munculnya bau busuk yang ditimbulkan dari lokasi EPF dan kompensasi secara rutin atas keberadaan EPF di wilayah setempat.(*)