Kendari (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) H Nur Alam mengimbau warga Sultra menghentikan perusakan hutan dengan cara tidak lagi melakukan penebangan pohon secara liar dan tidak bertanggung jawab. "Kalau pohon yang ada di hutan terus ditebang tanpa ada penanaman kembali, maka yang terjadi adalah bencana banjir dan rusaknya kawasan hutan yang tidak terkendali," katanya di Kendari, Selasa.

Menurut gubernur, terjadinya bencana banjir di daerah-daerah seperti di Kabupate Konawe Selatan (Konsel) Kolaka yang hampir setiap tahun terjadi di kala musim hujan tiba, merupakan bukti bahwa kondisi hutan di daerah itu sudah mulai tandus.

Jika masyarakat tidak menghentikan penebangan pohon secara liar di hutan, maka bencana yang lebih besar pasti akan terjadi.

"Kami sadar sebagai masyarakat pedesaan memang masih tergantung pada hasil hutan, sebab tidak memiliki pekerjaan yang tetap seperti bertani dan berkebun," katanya.

Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik mengenai tech. Anda mungkin memutuskan bahwa informasi berikut ini bahkan lebih menarik.

Ia mengatakan, bila hutan terus dirusak, suatu saat hutan juga akan marah seperti terjadinya tanah longsor, banjir dan kurangnya mata air yang berdampak pada kekeringan.

Selain itum, masyarakat diharapkabn agar mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, seperti membuka lahan pertanian atau perkebunan sehingga tidak harus berharap dari hasil hutan itu saja.

Salah seorang waraga di Kecamatan Wolasi, Jamil mengatakan, masyarakat yang berharap dari hasil hutan akan berubah apabila telah memiliki tanah dan lahan tetap untuk bekerja.

Pemerintah boleh saja meminta masyarakat untuk menghentikan aktivita pekerjaan mereka mengambil hasil hutan, tetapi harus diberikan solusi sehingga mereka mau meninggalkan pekerjaan tersebut, katanya.

Di Kecamatan Wolasi itu sedikitnya masih ada 100 kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan yakni hasil penebangan pohon bulan untuk golden (penyangga cor bangunan) yang dijual kepada pedagang kayu.

Disamping itu, ada juga yang sengaja membuat kayu balok dan papan dengan ukuran tertentu untuk dijual secara sembunyi-sembunyi pada pedagang dengan harga bervariasi mulai dari Rp700 ribu/M2 hingga Rp1 juta/M2 dengan jenis katu kelas dua. (*)